Kamis, 26 Juni 2014

Reformasi Pendidikan Islam

Pendidikan Islam dalam masa modern, sejak awal abad 20 sampai sekarang, meski mengalami pasang surut, tetap bertahan dan dalam banyak kasus berkembang secara signifikan. Berbagai lembaga pendidikan Islam sejak dari tingkat PAUD, TK, dasar, menengah, dan tinggi tumbuh dan menguat di berbagai penjuru dunia sejak dari negara berpenduduk mayoritas Muslim sampai minoritas, khususnya di dunia Barat.

Pasang surut dan naik pendidikan Islam tidak seragam. Sejumlah faktor memengaruhi dinamikanya mulai dari pengaruh sistem pendidikan modern Eropa sampai perkembangan dan realitas politik, ekonomi, sosial, dan budaya di mana lembaga pendidikan Islam berada.

Perbedaan-perbedaan dalam perkembangan pendidikan Islam meniscayakan kajian komparatif —comparative study of Islamic education, antara satu negara dengan negara lain di mana terdapat berbagai bentuk lembaga pendidikan Islam. Dalam waktu cukup lama, kajian dalam bidang ini umumnya terbatas pada satu negara tertentu. Tidak banyak literatur tersedia dalam bentuk kajian komparatif sampai dasawarsa terakhir di mana mulai muncul sejumlah penelitian dan literatur kajian perbandingan pendidikan Islam.

Dalam konteks itu, buku "Reforms in Islamic Education: International Perspective" (London: Bloomsbury, 2014), yang dieditori Charlene Tan merupakan kontribusi penting. Karya ini mesti disebut senapas, misalnya, dengan Robert W Hefner dan Muhammad Qasim Zaman (eds), "Schooling Islam: The Culture and Politics of Modern Muslim Education" (Princeton: Princeton University Press, 2007). Pada tingkatan regional, perlu dicatat pula, misalnya, Robert W Hefner (ed;), "Making Modern Muslims: The Politics of Islamic Education in Southeast Asia" (Honolulu: University of Hawaii Press, 2009).

Salah satu kekuatan kajian komparatif pendidikan Islam ialah adanya bab-bab khusus tentang pendidikan Islam Indonesia. Ini mencerminkan perubahan cara pandang dan perspektif para peneliti tentang Islam dan dunia Muslim. Sebelumnya —sampai dasawarsa 1980-an— terdapat kecenderungan kuat mereka menafikan untuk memasukkan Islam Indonesia dalam pembahasan. Tetapi belakangan, menguat arus balik bahwa pembahasan tentang Islam dan kaum Muslim tidak lengkap tanpa menyertakan Indonesia.

Dalam berbagai kajian komparatif, pendidikan Islam Indonesia semakin sering diangkat sebagai contoh kasus (showcase) keberhasilan pendidikan Islam dalam menghadapi berbagai tantangan perubahan. Memimpin proyek penelitian dan penerbitan perbandingan pendidikan Islam di berbagai negara dunia —baik dengan penduduk mayoritas Muslim maupun minoritas— Hefner, misalnya, menyimpulkan, reformasi pendidikan Islam Indonesia sebagai ‘paling ambisius’ mengingat besarnya kelembagaannya.

Meski paling ambisius, dalam perspektif perbandingan, pembaruan pendidikan Islam Indonesia adalah paling reformis dan progresif di dunia Islam. Kenyataan ini, seperti kesimpulan Hefner, merupakan hasil dari kolaborasi paling efektif di antara para pengelola dan pendidik Muslim —yang memiliki otonomi relatif— dengan para pejabat pemerintah (Kementerian Agama) yang bertanggung jawab mengawasi pendidikan Islam.

Sementara itu, Charlene Tan melihat Indonesia sebagai contoh terbaik tentang bagaimana kaum Muslim yang terlibat dalam kelembagaan pendidikan Islam memeluk ‘social imaginary’ untuk mengaitkan diri dengan modernisasi dan globalisasi. Apa yang dimaksud Tan dengan ‘imajinary sosial’ adalah ‘cara di mana orang-orang membayangkan eksistensi sosial mereka; bagaimana mereka dapat secara bersama sesuai dengan orang lain; bagaimana segala sesuatu berlangsung dengan baik di antara mereka sendiri dan di antara mereka dengan warga lain; bagaimana harapan mereka biasanya terpenuhi, berdasarkan pandangan dan citra yang mereka pegangi’.

Dalam konteks itu, Charlene Tan mengutip artikel penulis Resonansi ini yang tercakup dalam buku suntingannya bahwa dalam ‘imajinary sosial’ yang dipegang kaum Muslim Indonesia, pendidikan Islam negeri ini adalah pendidikan progresif dan inovatif. Dalam ‘imajinary sosial’ tersebut, pendidikan Islam Indonesia terbuka pada pluralitas dan inovasi baik yang muncul dari Islam dan kaum Muslimin Indonesia sendiri maupun dari luar.

Reformasi pendidikan Islam di mana pun melibatkan kekuatan pemerintah. Ketika pendidikan Islam berhadapan dengan berbagai tantangan modern dan tatkala kaum Muslimin sendiri berada dalam kesulitan, peran pemerintah dalam reformasi pendidikan seolah menjadi keniscayaan.

Di sinilah terjadi proses yang disebut Hefner sebagai ‘etazitation of Islamic education’-penegaraan pendidikan Islam. Dalam istilah lain proses tersebut bisa juga disebut sebagai reformasi yang disponsori pemerintah (state-sponsored reform).

Dalam proses ini, di banyak negara mayoritas Muslim lain di Timur Tengah dan Asia Selatan, tidak jarang yang terjadi adalah kooptasi pendidikan Islam, yang pada gilirannya menimbulkan resistansi gigih dan kuat dari masyarakat Muslim dan para pemikir dan praktisi pendidikan Islam pada pihak lain.

Tarik tambang, pergulatan dan kontestasi di antara kedua belah pihak ini masih berlangsung sampai sekarang di negara semacam Afghanistan, Pakistan, atau Yaman. Sebaliknya di Indonesia, kontestasi itu telah lama berakhir, sehingga waktu dan tenaga bisa dikonsentrasikan untuk lebih memajukan pendidikan Islam. (Azyumardi Azra 2014)

0 comments:

Posting Komentar